Juni 27, 2012

Sky Lantern










Tulisan-tulisan yang ditulis
harapan yang ingin disampaikan
untukNya..
bersama cahaya terang api-api malam itu
yang terbang bersama angin..
menembus gulita malam..


Juni 26, 2012

Dia, Pasir, dan Laut


candy cans pinhole
paper : merit photo paper

Juni 22, 2012

Fatamorgana #2


Candy cans pinhole
Paper : Agfa Brovira BN111

Juni 09, 2012

Nglanggeran




Gunung api purba? Jurassic park? The Flintstones? eh berarti ada wilma ama betty dong..yess..(halah). Yak intinya kita kembali menjejak di kawasan eksotis selatan kota Yogyakarta. Bersama 3 orang kawan (ella, puri, dan desta)  berkendara siang itu. Perjalanan kami tempuh sekitar 1 jam melewati jalanan bukit patuk gunung kidul yang meliuk-liuk kayak trek tamiya.
Dan akhirnya kami sampai disana. Sebuah desa bernama Nglanggeran, desa dimana gunung api purba tersebut berada. Setelah melihat beberapa sumber ternyata nama Nglanggeran berasal dari kata "Pelanggaran"  hal ini karena bila seseorang melakukan kejahatan maka akan tertangkap atau akan terkena hukuman dengan sendirinya. 
Masyarakat meyakini penguasa desa Nglanggeran yaitu Kyai Soyono yang mempunyai Klangenan Macan Putih. Macan Putih ini bertugas menjaga dan mengamankan Nglanggeran dari berbagai macam kejahatan. Sebagai bukti adanya Macan Putih adalah tentramnya masyarakat Desa Nglanggeran dengan selalu tertangkapnya orang yang bertindak jahat.  Sedangkan gunung tersebut menurut legenda pada awalnya merupakan puncak Gunung Merapi yang berada di daerah Sleman, Yogyakarta. Nah terus kenapa bisa berada di daerah Nglanggeran, Gunung Kidul? Hal ini konon terjadi pada suatu malam, Raden Hanuman (Anoman) yang berwujud kera putih bermain dan ingin mengambil bintang. Ia kemudian menaiki puncak merapi, namun belum dapat menjangkau bintang tersebut . Kemudian ia menjejak puncak tersebut dan akhirnya bongkahan puncak tersebut terhempas dan kemudian ditangkap oleh para Punakawan (Semar, Gareng, Petruk, dan Bagong). Karena terlalu beratnya bongkahan batu tersebut para Punakawan menahan hingga kaki mereka membekas di tanah, dan tanah tersebut mengeluarkan mata air. Mata air tersebut dinamakan "Sedandang" karena berukuran sebesar dandang (alat untuk menanak nasi). Kemudian bongkahan puncak merapi tersebut akan dibawa ke daerah selatan menggunakan kayu jarak, namun di tengah perjalanan kayu tersebut patah dan bongkahan tersebut jatuh di daerah Nglanggeran, sehingga gunung tersebut dinamakan Gunung Nglanggeran.


Gunung Nglanggeran juga disebut sebagai Gunung Wayang karena bentuk fisik dari gunung tersebut menyerupai alat-alat dalam pewayangan misalnya kelir, blencong, dan brucu. Batu-batu di Gunung Nglanggran yang menyerupai bentuk alat-alat tersebut dinamai sesuai bentuknya, sehingga Gunung Nglanggeran terdiri dari Gunung Blencong, Gunung Kelir, Gunung Brucu, dll. Gunung Nglanggeran mempunyai cerita tersendiri tentang tokoh pewayangan, yaitu Raden Ongkowijoyo. Sehingga gunung ini juga disebut sebagai Gunung Ongkowijoyo. Dalam tradisi pementasan wayang kulit di daerah Ngalanggeran tidak diperbolehkan mengangkat cerita tentang Raden Ongkowijoyo. Apalagi cerita tentang Raden Ongkowijoyo kalah/tewas dalam peperangan/ pertempuran. Bila ada yang melanggar akan terjadi musibah. Bahkan menurut pengalaman yang pernah terjadi pada saat pertunjukan wayang itu digelar terjadi ’rajapati’ (pembunuhan).
Gunung Nglanggeran juga dikenal sebagai Gunung Wahyu karena banyak orang yang setelah melakukan ritual dan meditasi di tempat ini keinginannya terkabul. Bahkan konon Sri Sultan HB IX pernah mengadakan ”wilujengan” di gunung ini ketika terjadi kekacauan politik akibat G30/S pada tahun 65-an. Sehingga suasana kekacauan politik di Yogyakarta tidak ikut berlarut-larut.
Menurut cerita Gunung Nglanggeran memiliki mata air (tuk) di puncaknya yang disebut sebagai ” Tlogo Wungu” tetapi telaga ini tidak terlihat secara kasat mata (hanya orang tertentu yang bisa melihat), yang terlihat hanya mata air bawahannya / limbahnya (sendang) yang dikenal dengan nama ”comberan”. Di puncak gunung tersebut juga terdapat ”Tlogo Pengguyangan’. Tlogo Wungu ini konon dipercaya digunakan oleh para bidadari yang turun dari kayangan (langit) untuk membersihkan diri (mandi). Konon di telaga ini gayungnya terbuat dari emas (canting kencono) dan tempat menampung airnya  juga terbuat dari emas (bokor kencono) serta jalan menuju pemandiannya berupa undak-undakan bertahtakan emas. Sedangkan Tlogo Pengguyangan merupakan tempat untuk memandikan ”Jaran Sembrani” (kuda putih bersayap yang merupakan tunggangannya para bidadari). Hal ini dipercaya karena terbukti dengan adanya bekas tapak kaki kuda berbentuk tapal kuda di bebatuan di dekat Tlogo Wungu. Jika daerah ini dilanda musim kemarau berkepanjangan, maka sesepuh desa melakukan ritual tertentu untuk memohon turunnya hujan kepada ”Yang Maha Kuasa” di Tlogo Wungu kemudian menguras ”comberan” dari mata air tersebut, tidak lama kemudian hujan akan segera turun. Telaga yang lain yang juga berada di puncak gunung adalah ”Tlogo Mardidho” air dari telaga ini digunakan penduduk setempat untuk mengairi sawah yang juga berada di puncak gunung. Air dari telaga-telaga di puncak gunung ini dipercaya berkhasiat bisa menyembuhkan berbagai macam penyakit.







Keunikan lain dari daerah nglanggeran ini yaitu ada suatu lokasi yang hanya boleh dihuni oleh 7 kepala keluarga yaitu lokasinya bernama Tlogo Mardidho, Dusun Nglanggeran Wetan. Kepercayaan itu sudah turun temurun dan harus ditaati sesuai pesan dari sesepuh pepunden dari dusun Tlogo tersebut yaitu Eyang Iro Dikromo yang dipercaya lokasi tersebut hanya boleh dihuni oleh Mpu Pitu (kelompok tujuh). Bila itu dilanggar maka orang tersebut akan sakit-sakitan.   Jadi sampai saat ini jumlah rumah yang ada di dusun Tlogo ini pun hanya terdiri dari 7 Rumah.
Selain itu di rumah seorang warga di desa Nglanggeran terdapat 2 buah arca tanpa kepala, yang mana salah satu kepala arca tersebut berada di Museum Sonobudoyo Yogyakarta. Menurut mitos ada seorang yang sakti bernama Kyai Tir, arca tersebut selalu tersenyum ketika Kyai Tir menjauhi, namun ketika didekati arca tersebut tidak menampakkan ekspresi apa-apa. Hal tersebut terjadi berulang-ulang sehingga membuat Kyai Tir marah hingga menendang arca tersebut hingga kepalanya terpisah dari tubuhnya . Kemudian tubuh arca tersebut dibuang di sebuah song. Song tersebut kemudian dinamakan song putri. Pada akhirnya pada tahun 1961 kepala arca tersebut ditemukan oleh Kyai Kromo Suwito dipekarangan rumahnya . Kepala patung tersebut mirip Ken Dedes dengan kepala perunggu dan bibir berlapis emas yang sekarang tersimpan di Museum Sonobudoyo Yogyakarta sedangkan tubuhnya masih tersimpan di Kalisong Gunung Nglanggeran.